Senin, 12 Januari 2009

REFLEKSI KULIAH TERAKHIR

Asal-usul Matematika
Pengetahuan matematika dapat dikatakan dimulai dengan pemerolehan pengetahuan bahasa. Bahasa alam meliputi dasar-dasar matematika melalui daftar istilah matematika dasar, melalui pengetahuan sehari-hari dari penggunaan dan saling hubungan antara istilah-istilah ini, dan melalui aturan dan konvensi yang memberikan fondasi bagi kebenaran secara logis. Jadi fondasi pengetahuan matematika baik menurut asal usul dan pembenaran, diperoleh dengan bahasa.
Asal usul pengetahuan matematika dan ide-ide dalam pikiran individu diduga melibatkan proses vertical dan horizontal, sehubungan dengan hirarki konseptual individu. (Ernes, hal.20).
Proses generasi pengetahuan hubungan yang vertical melibatkan penyamarataan, abstrak dan reification dan meliputi formasi konsep. Yang secara khas, proses ini melibatkan perubahan bentuk kekayaan, konstruksi, atau koleksi konstruksi ke dalam objek.
Apa yang diusulkan sebagai suatu proses formasi konsep atau abstrak vertical, suatu koleksi konstruksi pada objek yang lebih rendah.
Pandangan mengenai matematika sebagai hal yang netral
Pada kenyataannya, nilai berdasar pada pemilihan peranan. Pengawasan ini hanya pada tingkat wacana formal dalam matematika. Matematika memindahkan masalah dari nilai menjadi nyata, dimana secara definisi keluar dari matematika. Jika kupasan ini diterima, inti dari seseorang yang memandang sesuatu dengan mutlak dari matematika merupakan kumpulan nilai dari perspektif budaya, dan juga suatu ideology dimana menjadikannya tidak mutlak.
Nilai terhadap ahli matematika telah dikembangkan sebagai bagian dari suatu disiplin dengan kekuatan logis dan estetika. Matematika sekolah memperkenalkan beberapa kepentingan dari beberapa hak-hak yang istimewa dalam masyarakat, disebabkan oleh fungsi sosial yang khusus dalam matematika sebagai penyaring kritikan dalam syarat menuju prestasi yang lebih baik. Jadi nilai-nilai yang tersembunyi dalam matematika dan matematika sekolah memenuhi dominasi kebudayaan dalam masyarakat dalam suatu sekolah.
Pandangan mengenai matematika sebagai syarat nilai yang terbatas pada tempat dan budaya
Masyarakat konstruktif memandang matematika sebagai aktivitas manusia yang terorganisir, selama waktu masih berputar, semua perbedaan dalam ruang lingkup ilmu pengetahuan merupakan temuan dari manusia. Saling mempengaruhi dari asal muasal dan sejarah manusia. Akibatnya, matematika seperti sandaran ilmu pengetahuan yang disebut ilmu yang terbatas pada tempat dan budaya, dan dikaruniai dengan nilai-nilai dari penemuannya dan konteks budaya mereka.
Sejarah matematika mencatat penemuan matematika
Sejarah matematika merupakan penemuan matematika, bukan rekayasa bahwa matematika merupakan sebuah pendekatan terhadap kebenaran yang lebih terbuka. Sejarah mencatat yang merupakan permasalahan dan konsep dalil, bukti, dan teori yang ditemukan, dirundingkan, diformulasikan, oleh perseorangan dan kelompok untuk memenuhi tujuan dan kepentingan mereka.
Memandang matematika mengenai sebuah kebutuhan akan kebenaran secara implicit mengemukakan bahwa penemuan matematika pada hakekatnya sebelum ditasbihkan dan bahwa matematika modern merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan. Hal ini perlu dikoreksi, untuk matematika modern tidak ada lagi hasil yang tidak dihindarkan dalam sejarah dibandingkan dengan jenis manusia modern merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan.
Menurut Kant (Russel, hal.922), bagian pengetahuan kita yang a priori tidak hanya meliputi logika, namun juga banyak hal yang tidak bisa dimasukkan ke dalam logika atau disimpulkan darinya. Proporsi a priori dapat diperoleh melalui pengalaman. Seorang anak yang mempelajari aritmetika mungkin dapat dibantu dengan mengalami atau merasakan dua butir kelereng. Namun ketika dia memahami proporsi umum “dua dan dua sama dengan empat” dia tidak lagi meminta konfirmasi dengan menggunakan contoh; proporsi ini memiliki kepastian yang tidak dapat diberikan oleh induksi hukum umum. Dalam hal ini, semua proporsi yang murni matematis bersifat a priori.
Ruang dan waktu bersifat subjektif, keduanya merupakan perangkat dari bagian persepsi kita. Namun hanya karena ini, kita bisa yakin bahwa apapun yang kita alami akan menunjukkan karakteristik yang dibahas dalam geometri dan ilmu kewaktuan. Geometri bersifat a priori dalam pengertian bahwa segala sesuatu yang dialami adalah benar adanya, namun kita tidak memiliki alasan untuk menduga bahwa sesuatu yang serupa adalah sesuatu yang sebenar-benarnya, yang mana tidak kita alami. Ruang dan waktu bukanlah konsep; keduanya merupakan bentuk dari intuisi.
Untuk membuktikan bahwa ruang dan waktu merupakan bentuk a priori, Kant memiliki dua kelompok argument; yang pertama metafisis dan yang kedua epistemologis atau sebagaimana ia menyebutnya transedental. Kelompok argument pertama diambil langsung dari sifat ruang dan waktu, kelompok yang kedua dari posibilitas matematika murni. Argument transcendental mengenai ruang berasal dari geometri. Bukti geometri menurutnya, bergantung pada angka; kita dapat melihat, misalnya bahwa jika dua garis lurus pada sudut kanan, maka hanya satu garis lurus pada sudut kanan menuju keduanya yang hanya bisa ditarik melalui titik perpotongannya. Argument-argumen tentang waktu pada dasarnya sama, kecuali bahwa aritmetika menggantikan geometri dengan pernyataan bahwa perhitungan membutuhkan waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar